Sederet Kisah Tak Terlupakan Dari Olimpiade Tokyo 2021: Emas Greysia/Apriyani hingga Kesehatan Mental Atlet

- 9 Agustus 2021, 08:15 WIB
Penutupan Olimpiade Tokyo 2020, Hashtag ClosingCeremony Trending Twitter
Penutupan Olimpiade Tokyo 2020, Hashtag ClosingCeremony Trending Twitter /Karawangpost/Twitter @Olympics

Media Magelang - Olimpiade Tokyo 2020 resmi ditutup Minggu 8 Agustus 2021 dan berikut sederet peristiwa tak terlupakan selama 16 hari gelaran ini.

Olimpiade Tokyo 2020 menyimpan banyak kisah penting, baik yang menyenangkan, mengharukan, kisah sedih atau hal lucu atau aneh lainnya.

Berikut beragam kisah tak terlupakan terangkum selama 16 hari ajang multi event Olimpiade Tokyo 2020 ini sebagaimana Media Magelang rangkum dari berbagai sumber:

Baca Juga: Inilah Para Perempuan Perkasa di Olimpiade Tokyo 2020, Termasuk Greysia Polii dan Apriyani Rahayu

Atlet kelas dunia juga manusia: Kisah Simone Biles

Menjadi atlet dengan prestasi kelas dunia memang menyenangkan dengan segala fasilitas, kekayaan dan tawaran lainnya.

Namun untuk mencapai juara dunia butuh usaha keras, latihan bertahun-tahun, berkali-kali gagal menang sebelum akhirnya berhasil.

Puja-puji serta sorotan media dan lain-lain bisa saja membuat seorang atlet (sehebat apapun) mengalami tekanan psikis seperti yang dialami pesenam AS Simone Biles.

Pesenam yang meraih empat emas di Olimpiade Rio 2016 memutuskan mundur dari nomor beregu senam artistik karena fokus memulihkan kondisi mentalnya.

Akhirnya tim Rusia (dibawah bendera ROC) meraih emas di nomor beregu dan AS meraih perak.

Simone Biles mengakui dimana saat berada dalam situasi dengan tingkat stress tinggi dirinya merasa panik.

Keputusan Simone Biles tentu mengejutkan namun menyadarkan banyak orang bahwa dibalik kegemerlapan prestasi para atlet, mereka juga manusia biasa yang bisa merasa sedih, depresi, dan butuh jeda sejenak untuk memulihkan kesehatan mentalnya.

Berbagi itu indah: kisah mengharukan di lompat tinggi putera

Ini adalah kejadian langka yang menggambarkan indahnya persahabatan di tengah persaingan di arena olah raga.

Atlet Qatar Mutaz Essa-Barshim dan pelompat tinggi Italia Gianmarco Tambieri sama-sama berhasil lompat di ketinggian 2.37 meter.

Namun saat lompatan ditinggikan menjadi 2.39 meter, keduanya gagal setelah tiga kali mencoba.

Lalu, ofisial Olimpiade menawarkan lompatan penentu dan saat itu bisa saja Mutaz Essa-Barshim yang juga juara dunia 2019 meraih emas sendirian.

Namun atlet Qatar tersebut malah bertanya apakah memungkinkan jika ada dua peraih emas, dan sang ofisial mengangguk.

Mutaz Essa-Barshim dan Gianmarco Tamberi langsung bergandeng tangan dan mengitari lapangan dengan bendera negara masing-masing.

Gianmarco Tamberi meloncat-loncat kegirangan saat tahu dirinya mendapat emas juga.

Pelompat tinggi tampan asal Italia tersebut sempat berpikir karirnya akan berakhir karena mengalami patah pergelangan kaki jelang Olimpiade Rio 2016.

Walau bersaing di arena atletik, Mutaz Essa-Barshim dan Gianmarco Tamberi adalah sahabat baik.

Kisah ini tentu begitu menyentuh yang menyadarkan kita bahwa persahabatan dan ketulusan tidak melihat agama, warna kulit, atau latar belakang suku.

Greysia Polii/Apriyani Rahayu cetak sejarah

Ganda puteri badminton Indonesia Greysia Polii/Apriyani Rahayu merah emas setelah mengalahkan ganda puteri China.

Pencapaian ini terasa manis karena belum pernah ada ganda puteri badminton Indonesia yang meraih medali sepanjang ikut serta di Olimpiade.

Bagi Greysia Polii, ini adalah penebusan terindah setelah didiskualifikasi pada Olimpiade London 2012 dan mencapai delapan besar empat tahun berselang di Rio.

Nyaris pensiun setelah partnernya saat itu Nitya Krishinda cedera, Greysia Polii akhirnya bertahan setelah sang pelatih Eng Hian memintanya untuk membantu seorang pemain muda untuk maju: Apriyani Rahayu.

Dengan ini, Greysia Polii sudah meraih emas di semua ajang multi event (SEA GAMES, ASIAN GAMES dan Olimpiade).

Tersingkirnya para unggulan di badminton, kejutan Guatemala rasa Indonesia

Ajang badminton seperti 'kuburan' bagi para unggulan papan atas.

Raja badminton dunia Kento Momota di luar dugaan tersingkir lebih awal di fase grup.

Padahal dia digadang-gadang akan meraih emas di rumah sendiri.

Dua pasangan ganda putera peringkat atas dunia (Marcus Gideon/Kevin Sanjaya dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan) juga gagal meraih medali.

Di nomor tunggal putera, kemunculan pemain tak diunggulkan asal Guatemala Kevin Cordon di empat besar mengejutkan banyak pihak.

Sekalipun Kevin Cordon gagal meraih medali perunggu (kalah dari atlet Indonesia Anthony Ginting), namun pencapaian atlet Guatemala tersebut mendapat banyak pujian dari banyak orang.

Terlebih Guatemala,sama seperti mayoritas negara Amerika Tengah dan Selatan, adalah tempat dimana badminton bukanlah olah raga populer dibanding sepak bola.

Menariknya, pelatih Cordon adalah orang Indonesia bernama Muamar Qadafi yang juga alumni PB Djarum.

Dalam wawancara bersama Yuni Kartika di kanal Youtube PB Djarum, Muamar Qadafi pun juga tidak menyangka pencapaian anak didiknya bisa sejauh itu.

"Karena kebanyakan atlet badminton Amerika paling mentok juga di 16 besar sehingga kami sudah disiapkan tiket untuk pulang di tanggal tersebut. Ternyata malah pencapaiannya lebih," ujarnya.

Jamaika luar biasa di lintasan lari

Elaine Thompson-Herah menjadi perempuan tercepat setelah meraih dua emas untuk nomor 100 meter dan 200 meter di Olimpiade Tokyo 2020.

Lima tahun di Rio, dia juga meraih emas untuk kategori yang sama

Jamaika sapu bersih di nomor 100 meter puteri setelah perak dan perunggu juga direbut rekan Elaine Thompson-Herah.

Shelley-Ann Fraser Pryce meraih perak di 100 meter Olimpiade Tokyo 2021 sementara perunggu diraih Shericka Jackson.

Tak hanya sekedar emas, Elaine Thompson-Herah juga memecahkan rekor Olimpiade 100 meter puteri yang sebelumnya dipegang mendiang Florence Griffith-Joyner pada 1988.

Dominasi Jamaika di nomor 100 meter puteri pernah terjadi pada Olimpiade 2008 saat Shelley-Ann Fraser-Pryce, Sherone Simpson, dan Kerron Stewart menempati podium.

Tidak difasilitasi, namun justru raih emas: kisah inspiratif dua perempuan hebat

Lifter Filipina Hidilyn Diaz dan atlet sepeda BMX asal Inggris Bethany Shriever membuktikan keterbatasan dana bukan halangan berprestasi.

Hidilyn Diaz tidak hanya sekedar meraih emas pertama untuk negaranya, namun sekaligus memecahkan rekor dunia di angkat besi kelas 55 kilogram.

Hidilyin Diaz merasakan dimana dia tidak mempunyai uang untuk persiapan ke Olimpade belum lagi latihan sempat terhalang karena lockdown di Malaysia.

Keberhasilan lifter 30 tahun ini tentu membuat seluruh warga Filipina berbangga.

Hidilyn Diaz mengungkapkan Olimpiade Tokyo 2020 bisa jadi Olimpiade terakhirnya.

Dia sendiri sempat merasakan latihan seadanya dengan mengangkat galon di garasi.

Sementara pencapaian Bethany Shriever juga tak kalah mengharukan karena pihak otoritas olah raga Inggris mencabut pembiayaan untuk atlet BMX puteri.

Pesepeda cantik ini harus membiayai sendiri keberangkatannya dan dia harus bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan uang serta dibantu orang tuanya.

Sesaat sebelum nomor puteri berlangsung, Bethany terinspirasi dari rekannya asal Inggris Kye White yang meraih perak.

Yang lebih luar biasa juga, Bethany Shriever mengalahkan juara Olimpiade dua kali Mariana Pajon asal Kolombia yang akhirnya meraih perak tahun ini.

Bethany Shriever nyaris tak percaya atas pencapaiannya hingga dipapah Kye White setelah laga berakhir.

Bocah-bocah hebat di lintasan skate

Cabang skateboard baru pertama kali dipertandingkan di Tokyo dan menjadi salah satu cabang yang menarik untuk ditonton.

Atraksi para skateboarder begitu memukau dan yang lebih luar biasa lagi para peraih medalinya rata-rata masih belia (usia sekitar 13 tahun).

Atlet skateboard asal Inggris Sky Brown meraih perunggu di nomor park puteri dan usianya masih 13 tahun.

Medali emas dan perak diraih atlet Jepang Sakura Yosozumi dan Kokona Hiraki. Nama terakhir ini usianya masih 12 tahun.

Di kategori street puteri, skateboarder Brazil Rayssa Leal berhasil mencegah dominias Jepang di cabang ini dengan meraih perak.

Rayssa Leal meraih perak di usia 13 tahun 204 hari.

Peraih emas di kategori street putri yaitu atlet tuan rumah Momiji Nishiya juga masih berusia 13 tahun 330 hari.

Baca Juga: Daftar 28 Situs dan Aplikasi yang Tak Bisa Diakses Pakai Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud

Demikian sederet kisah tak terlupakan dari Olimpiade Tokyo 2020. Sampai jumpa empat tahun lagi di Paris!***

Editor: Destri Ananda Prihatini

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah