"Salah satu yang menjadi perdebatan adalah saat Indonesia mendorong restrukturisasi hutang untuk negara-negara miskin. Harusnya posisi negara berkembang tidak berhak menerima restrukturisasi pinjaman. Nah, ini sempat menjadi perdebatan," ujarnya.
Baca Juga: Mengagumkan, Ini 5 Zodiak yang Punya Kecerdasan Emosional Tinggi
Bhima juga menambahkan bahwa Indonesia di forum G-20 harusnya juga membahas debt cancellation (pembatalan hutang) untuk negara-negara berkembang
Soal transformasi digital juga menarik karena diharapkan itu bisa diterapkan di negara-negara G-20.
Konflik Rusia-Ukraina membuat situasi pertemuan memanas. Rusia yang diboikot negara-negara Barat memutuskan mengirim Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov ke Bali.
"Eskalasi konflik geopolitik global (perang Rusia-Ukraina) menjadi yang paling berdampak pada pemulihan ekonomi global," ujar Bhima.
Indonesia"juara" di pendanaan transisi energi, terus harus apa?
Di pertemuan G-20, Indonesia mendapat pendanaan 20 milyar dolar untuk transisi energi dan mempensiunkan PLTU batu bara.
"Indonesia justru bahagia dengan pendanaan ini. Anggap lah Eropa ini pencemar karena masih pakai batu bara dalam situasi darurat (efek krisis energi dampak Perang Rusia-Ukraina). Untuk mencapai net zero, mereka membantu negara dengan pasokan karbon positif terbesar seperti Indonesia. Nanti akan terjadi carbon trading. Saya melihat dari posisi Indonesia ya. Ini lebih dari yang diperoleh Afrika Selatan," ujarnya.
Bhima yang juga Direktur Eksekutif CELIOS (Center of Economic and Law Studies) menyoroti program kerja sama energi Just Energy Transition (JET) Partnership dengan Perancis, Inggris, Jerman dan AS.