Kilas Balik Politik Luar Negeri Indonesia 2022: Indonesia Tuan Rumah G-20

- 9 Januari 2023, 08:15 WIB
Kendaraan listrik diparkir di venua KTT G20 di Nusa Dua, Bali pada 13 November 2022.
Kendaraan listrik diparkir di venua KTT G20 di Nusa Dua, Bali pada 13 November 2022. /Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana/File Photo/

Media Magelang - Berikut kilas balik politik luar negeri Indonesia sepanjang 2022, termasuk menjadi tuan rumah konferensi G20.

Salah satu peristiwa penting sepanjang 2022 adalah saat Indonesia menjadi tuan rumah konferensi G-20 di Bali pada 15 dan 16 November 2022.

G-20 adalah forum antar pemerintah yang beranggotakan 19 negara maju dan berkembang dan satu organisasi (Uni Eropa). Ke-20 ini mewakili dari 79% perdagangan global, 65% penduduk dunia, dan 85% ekonomi dunia.

Anggota G-20 adalah: Indonesia, AS, China, Inggris, Perancis, Meksiko, Argentina, Brazil, Korea Selatan, Italia, Jepang, India, Arab Saudi, Turki, Russia, Kanada,Afrika Selatan, Jerman, dan Uni Eropa.

Baca Juga: Mengejutkan! 6 Zodiak Ini Ternyata Benci Kebersihan, Apakah Ada Zodiak Anda?

Pertemuan G-20 sendiri menghasilkan kesepakatan yang disebut Bali Declaration (Deklarasi Bali) dengan fokus utama pada pemulihan ekonomi global,keamanan geopolitik dengan seruan agar perang Rusia-Ukraina segera diakhiri, transisi energi berkelanjutan, penguatan arsitektur kesehatan, dan transformasi digital serta ketahanan pangan.

Tahun depan, presidensi G-20 akan berpindah ke India yang artinya pertemuan G-20 tahun 2023 akan digelar di negara Bollywood tersebut.

Apa poin penting dari pertemuan G-20 dan apa yang (bisa jadi) terlewatkan dari ajang tersebut?

Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira dalam wawancaranya dengan Media Magelang menjelaskan beberapa poin dari gelaran G-20.

"Salah satu yang menjadi perdebatan adalah saat Indonesia mendorong restrukturisasi hutang untuk negara-negara miskin. Harusnya posisi negara berkembang tidak berhak menerima restrukturisasi pinjaman. Nah, ini sempat menjadi perdebatan," ujarnya.

Baca Juga: Mengagumkan, Ini 5 Zodiak yang Punya Kecerdasan Emosional Tinggi

Bhima juga menambahkan bahwa Indonesia di forum G-20 harusnya juga membahas debt cancellation (pembatalan hutang) untuk negara-negara berkembang

Soal transformasi digital juga menarik karena diharapkan itu bisa diterapkan di negara-negara G-20.

Konflik Rusia-Ukraina membuat situasi pertemuan memanas. Rusia yang diboikot negara-negara Barat memutuskan mengirim Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov ke Bali.

"Eskalasi konflik geopolitik global (perang Rusia-Ukraina) menjadi yang paling berdampak pada pemulihan ekonomi global," ujar Bhima.

Indonesia"juara" di pendanaan transisi energi, terus harus apa?

Di pertemuan G-20, Indonesia mendapat pendanaan 20 milyar dolar untuk transisi energi dan mempensiunkan PLTU batu bara.

"Indonesia justru bahagia dengan pendanaan ini. Anggap lah Eropa ini pencemar karena masih pakai batu bara dalam situasi darurat (efek krisis energi dampak Perang Rusia-Ukraina). Untuk mencapai net zero, mereka membantu negara dengan pasokan karbon positif terbesar seperti Indonesia. Nanti akan terjadi carbon trading. Saya melihat dari posisi Indonesia ya. Ini lebih dari yang diperoleh Afrika Selatan," ujarnya.

Bhima yang juga Direktur Eksekutif CELIOS (Center of Economic and Law Studies) menyoroti program kerja sama energi Just Energy Transition (JET) Partnership dengan Perancis, Inggris, Jerman dan AS.

Dari program JET Partnership, Afrika Selatan memperoleh 8 milyar dollar AS.

Pembahasan yang terlewatkan

Salah satu isu penting yang dibahas adalah pemulihan ekonomi global. Namun, Bhima menyayangkan bahwa tidak ada pembahasan teknis mengenai bagaimana menghadapi kenaikan suku bunga AS dari bank sentral The Fed yang tentunya berdampak ke negara-negara lain.

Bhima juga sempat menyoroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang melibatkan Indonesia dan China.

Proyek ini menjadi kontroversi karena awalnya Indonesia berniat bekerja sama dengan Jepang untuk proyek kereta cepat ini.

Namun, Indonesia memilih China karena garansi tidak menggunakan APBN (yang akhirnya terpaksa harus menggunakan APBN).

"Proyek-proyek seperti kereta cepat ibu kan beban bagi fiskal kita. Skema business-to-business (B2B) tidak mungkin dilakukan..Dari awal, pemerintah kurang memperhatikan risiko dari perencanaan proyek ini," ujar Bhima beberapa hari setelah kecelakaan pada pemgerjaan rel kkereta cepat Jakarta-Bandung yang menewaskan dua pekerja China pada 16 Desember 2022 lalu.

Kembali ke soal transisi energi, Bhima juga menambahkan pendanaan 20 milyar dollar AS itu adalah hutang baru.

"Bentuknya kan pinjaman. Masalah dalam berapa tahun jangka waktunya ya belum tahu juga," ujarnya.

Isu transisi energi juga perlu membahas lebih detail lagi soal keterlibatan masyarakat, ujar pakar yang kerap menjadi nara sumber di berbagai stasiun televisi nasional tersebut.

Terlebih Indonesia punya banyak sumber energi terbarukan yang belum dioptimalkan. Tetapi bagaimana agar pengembangan energi terbarukan juga tidak berdampak pada lingkungan.***

Editor: Destri Ananda Prihatini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x