R.A. Kartini dan Perkembangan Feminisme di Indonesia

- 7 September 2021, 10:35 WIB
R.A Kartini yang merupakan tokoh nasional dan pelopor bagi kebangkitan perempuan di Tanah Air.
R.A Kartini yang merupakan tokoh nasional dan pelopor bagi kebangkitan perempuan di Tanah Air. /Twitter/@armyindovote

Media Magelang - Siapa yang tidak kenal dengan R.A. Kartini? Pahlawan nasional yang dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia.

R.A. Kartini menjadi pahlawan wanita yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk setara dan dapat mengenyam pendidikan yang layak.

Menurut KBBI, emansipasi merupakan usaha untuk mendapatkan persamaan hak dalam segala aspek kehidupan.

Dalam hal ini, Kartini menginginkan adanya sebuah persamaan hak antara laki-laki dan perempuan baik dalam hal pendidikan, politik, maupun kehidupan yang lainnya.

Baca Juga: CEK FAKTA: RA Kartini Sebenarnya Berhijab dan Berkacamata, Hoaks atau Fakta?

Emansipasi perempuan ini kemudian dikenal sebagai gerakan feminisme.

Feminisme memerjuangkan kebebasan kaum perempuan terhadap segala bentuk penindasan yang berdasarkan pada gender (sexisme).

Dalam gerakannya, feminisme menginginkan adanya kesetaraan dalam pembagian kerja (hak) antara perempuan dengan laki-laki.

Hal ini karena, dengan adanya dominasi laki-laki akan menimbulkan ketergantungan perempuan kepada laki-laki sehingga perempuan semakin tidak berdaya.

Baca Juga: Miris! Bupati Banjarnegara Diduga Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Ganjar Pranowo: Ini Jadi Pembelajaran

Pemikiran Kartini ini didasari oleh keadaannya yang merasa terkekang atas perbedaan hak dengan saudara-saudara laki-lakinya.

Perbedaan hak tersebut adalah akibat dari budaya adat dan kontruks sosial yang ada pada masa itu.

Hal ini diungkapkan oleh surat-surat Kartini kepada sahabat Belanda-nya dalam buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.

"Kami, gadis-gadis masih terantai pada adat istiadat lama, hanya sedikit yang memperoleh pendidikan", tulis Kartini di suratnya kepada Estella H. Zeehandelaar.

"Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat", lanjutnya.

Kartini menjelaskan bahwa adat di negaranya pada saat itu melarang keras perempuan keluar rumah.

Kartini juga bercerita ketika dirinya sudah berumur 12 tahun, dikurung di dalam rumah. Tidak boleh keluar jika tidak ada suami.

Perjodohan juga menjadi salah satu hal yang harus diterima.

Gagasan-gagasan Kartini ini kemudian membawa perubahan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Terutama bagi kaum perempuan.

Peran antara perempuan dengan laki-laki dalam memeroleh hak-haknya kian setara.

Sekolah untuk perempuan mulai didirikan. Peran sosial-politik perempuan juga mulai berkembang dengan terbentuknya organisasi-organisasi perempuan.

Hingga pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno turut mendukung hadirnya organisasi perempuan yang bergerak dalam mengadvokasi isu-isu perempuan.

Organisasi perempuan ini bernama 'Gerwani'.

Namun, emansipasi perempuan mulai meredup pada saat Indonesia masa Orde Baru.

Pada masa ini perempuan diberi citra hanya sebagai kaum ibu dan istri yang berada di samping bahkan di belakang kaum laki-laki.

Namun, setelah Era Reformasi gerakan-gerakan emansipasi maupun feminisme semakin masif dilakukan dan disuarakan kembali.

Gerakan ini membawa perubahan besar dalam kehidupan perempuan di Indonesia.

Dahulu perempuan mendapatkan pendidikan yang terbatas dibandingkan laki-laki, namun kini dapat kita jumpai banyaknya lulusan sarjana bahkan profesor dari kalangan perempuan.

Dahulu perempuan dipaksa menikah di usia yang masih cukup muda, namun sekarang secara bertahap pemerintah mengusahakan adanya perubahan undang-undang usia minimal perkawinan sehingga tidak ada lagi pernikahan anak dibawah umur.

Dahulu perempuan hanya memiliki peran sebagai ibu rumah tangga, namun sekarang perempuan bisa pergi bekerja.

Meskipun begitu, pro dan kontra akan selalu ada.

Di Indonesia, terdapat kelompok yang menyatakan bahwa gerakan feminisme dianggap menyimpang dari ajaran agama.

Yang perlu diketahui adalah feminisme lahir bukan untuk melawan kaum laki-laki.

Melainkan untuk memperjuangkan kesetaraan hak-hak antara laki-laki dan perempuan sebagai manusia dalam segala aspek kehidupan.***

Editor: Destri Ananda Prihatini

Sumber: Buku Habis Gelap Terbitlah Terang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah