Polri Cabut Telegram yang Larang Media Beritakan Kekerasan Aparat, Kapolri: Kami Menghargai Kebebasan Pers

6 April 2021, 19:45 WIB
Surat Telegram Kapolri /

Media Magelang - Polri akhirnya angkat bicara mengenai isi telegram Kapolri yang melarang pers untuk memberitakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat, termasuk Polri.

Menurut Polri, perihal telegram ini sebenarnya ditujukan untuk kepentingan internal Polri sendiri dan tidak ada maksud tujuan ke masyarakat luas.

Sebelumnya, surat telegram tersebut diterbitkan tanggal 5 April lalu dan ditujukan untuk Kapolda dan Kabid Humas.

Baca Juga: Link Live Streaming dan Jadwal Lengkap Piala Menpora 2021

Baca Juga: Digelar Mulai 21 Maret, Intip Jadwal Lengkap Pertandingan Piala Menpora 2021 Berikut

Baca Juga: Piala Menpora 2021 Segera Digelar, Ini 4 Fakta Menariknya

Dalam surat telegram dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut, dikatakan sebuah poin tentang pelarangan media massa untuk menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.

Pencabutan isi telegram tersebut dinyatakan oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono. Dirinya juga mengatakan bahwa Polri menghargai kegiatan jurnalistik dan kebebasan pers.

“Polri tidak terkait dengan kegiatan jurnalistik. Polri menghargai kegiatan jurnalistik dan kebebasan pers,” ungkap Rusdi, dikutip dari Media Magelang dari Pikiran Rakyat.

Baca Juga: Tips Memilih Pelatihan Kartu Prakerja 2021, Ikuti 6 Langkah Ini Agar Cepat Dapat Sertifikat

Baca Juga: Mahasiswa Boleh Daftar Kartu Prakerja? Berikut Info Lengkapnya

Baca Juga: Dapat Status 'Kamu Belum Berhasil', Mungkin Anda Tipe Pendaftar yang Tidak Akan Bisa Lolos Kartu Prakerja 2021

Pihaknya mengatakan, bahwa hal tersebut adalah kebijakan internal. Namun dengan adanya kritik dan tanggapan dari masyarakat luar, akhirnya kebijakan tersebut dicabut.

Menurut hemat Rusdi, hal tersebut dilakukan atas dasar Polri yang menghargai masyarakat yang mengkritisi kebijakan yang dituangkan dalam telegram tersebut.

Maksud dari telegram tersebut bagi internal Polri tertuang dalam UU Polri mengenai tugas pokok dan bertujuan untuk profesionalitas Polri.

“STR itu hanya untuk internal, bagaimana mengembangkan fungsi humas di dalam Polri sendiri yang lebih baik dan humanis kepada masyarakat,” jelas Rusdi.

Sebelumnya, dalam telegram tersebut dituliskan oleh Kapolri Listyo bahwa ia mengimbau media untuk menyayangkan sisi baik dari kepolisian.

“Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menyayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis,” tulis Listyo dalam surat telegram tersebut, dikutip Media Magelang dari Pikiran Rakyat.

Telegram yang merujuk pada kegiatan peliputan media massa di lingkungan Polri ini diterbitkan oleh Kapolri Listyo dan ditujukan untuk Kapolda dan Kabid Humas. 

Setelah mendapat reaksi dan kritik dari masyarakat luas, diterbitkanlah telegram baru tentang pencabutan kebijakan ini.

Pencabutkan kebijakan ini dilandasi oleh UU nomor 14 tahun 2008 mengenai keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Kapolri mengenai susunan organisasi dan tata Kerja satuan organisasi pada tingkat Mabes Polri.

Telegram yang disebut-sebut berisi kebijakan tentang pelarangan media menayangkan kekerasan dan arogansi polisi ini resmi dicabut setelah mendapat banyak kecaman dari banyak pihak.***

Editor: Eko Prabowo

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler