Kasus Covid-19 Melonjak Tajam, Akankah Lockdown Jadi Opsi?

- 19 Juni 2021, 10:45 WIB
ilustrasi virus Covid-19
ilustrasi virus Covid-19 /pixabay/WiR_Pixs

Media Magelang - Seperti sudah diprediksi, kasus Covid-19 setelah libur Idul Fitri melonjak tinggi, terlihat dengan semakin banyaknya klaster baru bermunculan.

Semakin meningkatnya mobilitas warga-yang diyakini menjadi penyebab kenaikan kasus Covid-19 membuat pembicaraan terkait pembatasan total alias lockdown mengemuka kembali.
 
Menurut Satgas Covid-19, kenaikan kasus virus Corona minggu keempat tahun ini melonjak 112,22 persen, sementara di waktu yang sama tahun lalu kenaikan kasusnya sekitar persen.
 
 
Semakin mengerikannya kenaikan kasus Covid-19 membuat wacana lockddown mengemuka lagi, walau lagi-lagi belum ada keputusan resmi apakah itu menjadi opsi untuk menekan penyebaran virus.
 
Sejumlah negara menerapkan lockdown di awal pandemi
 
Lockdown adalah pembatasan total agar warga tetap di rumah kecuali mereka yang bekerja di sektor vital seperti energi, telekomunikasi dan kesehatan.
 
China adalah negara pertama yang menerapkan lockdown ketat saat kasus virus corona merebak di Wuhan. 
 
Semua aktivitas benar-benar diawasi. Warga dilarang berkerumun atau keluar rumah tanpa keperluan.
 
 
Tidak ada aktivitas hiburan di luar rumah. Kegiatan pendidikan pun harus berjalan secara daring selama lockdown.
 
Langkah China ini diikuti oleh sejumlah negara seperti Italia, Spanyol, Perancis, dan Malaysia-yang kembali menerapkan lockdown karena lonjakan kasus yang drastis.
 
Setelah beberapa bulan, beberapa negara mulai melonggarkan pembatasan walau tetap harus menerapkan jaga jarak, memakai masker, dan cuci tangan.
 
Namun seiring dengan lonjakan kasus COVID-19, beberapa negara mulai menerapkan lockdown lagi untuk menekan penyebaran virus.
 
Lockdown dan segala kontroversinya
 
Tindakan lockdown jelas memicu protes karena kegiatan ekonomi akan terhenti.
 
Namun, lockdown juga diyakini bisa menekan penyebaran virus dan membuat kegiatan ekonomi nantinya bisa normal lagi walau jelas butuh waktu lama.
 
DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat menjadi salah satu propinsi dengan kenaikan kasus COVID-19 yang paling mengkhawatirkan beberapa minggu terakhir ini.
 
Hampir seluruh rumah sakit di Jakarta sudah penuh. Data pada 18 Juni pukul 08.00, jumlah pasien COVID-19 di Wisma Atlet mencapai 5.812 orang.
 
Pemerintah daerah Bandung raya juga sudah menetapka status Siaga 1 COVID-19 dan sejumlah rumah sakit rujukan sudah hampir terisi penuh.
 
Desakan agar pemerintah menerapkan lockdown total didukung oleh sejumlah ahli kesehatan agar menekan jumlah kasus baru.
 
Namun jelas ada harga yang harus dibaya; hajat hidup orang banyak.
 
Pemprov DKI memang tengah mengkaji kemungkinan lockdown namun semua masih menunggu keputusan pemerintah pusat.
 
"Nanti kita akan pelajari, tunggu keputusan pusat ya," ujar Wakil Gubernur Ahmad Riza  Patria di Balai Kota DKI Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jumat 18 Juni 2021.
 
Sementara pabrik, kampus, sekolah dan kantor di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa (DIY) Yogyakarta terpaksa harus ditutup sementara karena kenaikan kasus COVID-19.
 
Sebanyak 625 karyawan pabrik PT Dua Kelinci di Pati, Jawa Tengah terkonfirmasi positif COVID-19, dengan 114 dianaranya berasal dari Kudus (yang memang mengalami kenaikan kasus COVID-19 paling drastis setelah Idul Fitri).
 
Jika akan menerapkan lockdown, tentunya pemerintah wajib memastikan bahwa kebutuhan warganya tercukupi selama di rumah saja.
 
Hingga saat ini memang belum ada keputusan pasti terkait penerapkan lockdown total demi menekan penyebaran virus corona.***

Editor: Dinda Silviana Dewi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x