Profil KH Yahya Cholil Staquf: Cendikiawan Muslim yang Diakui Dunia

- 24 Desember 2021, 14:16 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf. /ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/

Media Magelang - KH Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021 – 2026.

KH Yahya Cholil Staquf mengungguli suara atas calon lainnya KH Said Aqil Siroj.

Dalam Muktamar Nasional yang dilaksanakan di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Lampung ini, KH Yahya Cholil Staquf mendapat suara 337, sedangkan KH Said Aqil Siroj menadapat 210 suara.

Baca Juga: Dijuluki Anak Senja, Ini Profil dan Biodata Danar Widianto Finalis X Factor Indonesia 2021

KH Yahya Cholil memiliki karir yang baik dalam dunia politik, cedekiawan muslim dunia, ataupun sebagai tokoh NU.

Gus Yahya, sapaan akrabnya, lahir pada tanggal 16 Februari 1966 di Rembang.

Sejak kecil Gus Yahya sudah dididik ilmu agama islama dilingkungan pesantern. Ia juga pernah belajar di Madrasah Al Munawwir Krapyak, Yogyakarta, yang diasuh oleh KH Ali Maksum.

Baca Juga: Laura Anna Meninggal Dunia, Ini Profil dan Biodata Edelenyi Laura Anna Selebgram Mantan Gaga Muhammad

Memasuki perguruan tinggi, Gus Yahya kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UGM.

Gus Yahya pernah menjadi Juru Bicara Presiden Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Ia mengakui, bahwa secara wawasan banyak terpengaruh oleh Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur membuat dia menjadi lebih moderat dan demokrasi.

Ia juga mnejelaskan, caranya dalam menghadapi maslah-masalah secara intelektual terinspirasi dari cara kerja Gus Dur.

Pemikiran-pemikiran Gus Yahya tidak hanya disumbangkan untuk Indonesia dan NU saja. Ia juga turut berperan dalam mendukung perdamaian dunia.

Kakak dari Yaqut Cholil Qoumas-Mentri Agama—ini pernah menghadiri konfrensi American Jewish Committee di Israel.

Kehadirannya dianggap kontriversi di Indonesia, karena dianggap tidak berpihak kepada kemerdekaan Palestina.

Namun, menurut Gus Yahya, pilihan ini bukan tanpa sebab. Menurutnya, forum ini sangat strategis untuk mendorong perdamaian di luar forum politk dan diplomasi.

Ia menawarkan konsep rahmat, sebagai solusi perdamaian untuk mengakhiri konflik Israel dengan palestina.

Dalam forum tersebut Gus Yahya mengajak kepada penganut Yahudi untuk memperkuat gerakan perdamaian di akar rumput. Dia menjamin, jika di masyarakat sudah menginginkan perdamaian, maka akan memperngaruhi juga pemerintahnnya (dalam hal ini Iserael) untuk berperilaku damai di hubungan internasional.

Gus Yahya juga mengisi forum International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, Amerika Serikat, Juli 2021.

Dalam konfrensi tersebut, Gus Yahya menyampaikan padato kunci dengan judul “The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).

Dalam pidato tersebut Gus Yahya menjelaskan bahwa fenomena nasionalisme religious adalah bagain mekanisme pertahanan ketika suatu kelompok agama yang biasanya merupakan mayoritas di negaranya merasa terancam secara budaya.

Menurutnya, kebangkitan ini tidak bisa dihindari karena dinia sedang bergulat dalam persaingan antar-nilai untuk menentukan corak peradaban di masa depan.

Persaingan ini menurut Gus Yahya, berpotensi memicu permusuhan dan kekerasan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan berbagai elemen di dunia untuk menemukan cara mengelola persaingan, sebelum terlanjur meletus konflik global yang kian parah.

Pidato Gus Yahya ini pun mendapat apresiasi dari peserta konfrensi. Ambassador Sam Brownback mengatakan saran-saran yang disampaikan Gus Yahya sangat penting diterapkan untuk masa depan peradaban yang lebih harmonis.***

Editor: Dinda Silviana Dewi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah