Inilah Para Perempuan Perkasa di Olimpiade Tokyo 2020, Termasuk Greysia Polii dan Apriyani Rahayu

- 8 Agustus 2021, 21:25 WIB
Dibanjiri Bonus, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu Disorot Media Asing
Dibanjiri Bonus, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu Disorot Media Asing /

Media Magelang - Inilah daftar sejumlah perempuan hebat dan perkasa dalam kompetisi Olimpiade Tokyo 2020, yang saat ini telah berakhir.

Olimpiade Tokyo 2020 telah berakhir 8 Agustus 2021 dan para perempuan ini turut membuat sejarah di ajang empat tahunan ini.

Para atlet perempuan juga tak kalah hebatnya sepanjang keikut sertaan mereka di Olimpiade Tokyo 2020.

Berikut para perempuan hebat yang aksinya tak terlupakan sepanjang Olimpiade Tokyo 2020 sebagaimana Media Magelang rangkum dari berbagai sumber:

Baca Juga: Link Live Streaming Pertandingan Barcelona vs Juventus, Kick Off Pukul 02.30 WIB

Greysia Polii/Apriyani Rahayu (Indonesia, badminton)

Ganda puteri badminton Indonesia mencetak sejarah sebagai ganda putri Indonesia pertama yang meraih medali di Olimpiade sejak cabang ini dilombakan pada Olimpiade Barcelona 1992.

Di saat masyarakat berharap pada ganda putera karena dua pasangan Indonesia ada di dua peringkat teratas dunia, justru ganda puteri yang berhasil mempersembahkan satu-satunya emas.

Greysia Polii yang sudah diatas 30 tahun menunjukkan kematangannya saat berpasangan dengan Apriyani Rahayu yang berusia 23 tahun, penuh semangat dan spontan.

Pasangan Indonesia tersebut mengalahkan pasangan China
Chen Qing Chen/Jia Yi Fan 21-19 21-15 2 Agustus 2021.

Hidilyn Diaz (Filipina, angkat berat)

Hidilyn Diaz membuat rakyat Filipina bangga dengan meraih emas pertama sejak negara Asia Tenggara ini ikut serta di Olimpiade pada 1924.

Perempuan 30 tahun ini bahkan mencatatkan rekor dunia baru di angkat berat kelas 55 kilogram dengan total angkatan 224 kilogram.

Lima tahun lalu di Rio, Hidilyn Diaz meraih perak dan dua tahun berselang di Asian Games 2018 Jakarta dia meraih emas.

Kisah perjuangan Hidilyn Diaz untuk mencapai prestasi juga penuh perjuangan dimana dia harus mengalami kesulitan finansial sehingga harus meminta dukungan sponsor dari perusahaan-perusahaan,

Kondisi pandemi yang memaksa sejumlah negara menerapkan penguncian untuk lockdown juga menghambat proses latihan sang lifter saat menjalani pelatihan di Malaysia.

Bahkan Hidilyn Diaz merasakan latihan mengangkat galon di garasi.

Setelah melalui perjuangan yang tidak mudah, akhirnya dia berhasil meraih emas sekaligus memecahkan rekor dunia.

Tatjana Schoenmaker (Afrika Selatan, renang)

Perenang cantik ini memecahkan rekor dunia 200 meter gaya dada pada Olimpade Tokyo ini.

Catatan waktunya adalah 2:18.95, lebih cepat dari rekor sebelumnya dari perenang Denmark Rikke Moller Pederson pada 2013.

Pencapaian Tatjana Schoenmaker mengingatkan pencapaian seniornya, perenang puteri Afrika Selatan Penny Heyns.

Penny Heyns yang saat ini berusia 47 tahun pernah meraih dua emas di 100 meter dan 200 meter gaya dada di Olimpiade Atlanta 1996 dan perunggu di Olimpiade Sydney 2000 pada nomor 100 meter gaya dada.

Sebelumnya Tatjana Schoenmaker yang berusia 24 tahun sudah meraih perak di 100 meter gaya dada Olimpiade Tokyo 2020.

Emma McKeon (Australia, renang)

Emma McKeon menjadi salah satu perenang yang bersinar selama Olimpiade Tokyo 2020.

Perenang dengan tinggi badan 180 cm sudah meraih empat emas (4x100 meter gaya bebas puteri yang juga memecahkan rekor dunia, 4x100 meter gaya ganti puteri yang memecahkan rekor Olimpiade, 50 meter gaya bebas, 100 meter gaya bebas puteri yang juga memecahkan rekor Olimpiade).

Sementara tiga perunggu didapat dari 4x200 metergaya bebas puteri, 4x100 meter gaya ganti campuran,dan 100 meter gaya kupu-kupu.

Emma McKeon sempat terpikir ingin berhenti dari renang tapi rencana itu batal.

Namun perempuan berwajah ramah tersebut juga tidak mengesampingkan peran rekan-rekannya yang juga tak kalah hebat.

Oksana Chusovitina (Uzbekistan Senam)

Sosoknya sudah malang melintas di delapan Olimpiade dan usianya juga sudah tidak muda lagi untuk ukuran pesenam (46 tahun).

Namun perempuan yang pernah mewakili tim gabungan pecahan Rusia pada Olimpade Barcelona 1992 dan mewakili Jerman pada Olimpiade 2008 Beijing ini tetap percaya diri berkompetisi dengan para pesenam yang kebanyakan usianya lebih muda dari usia putera sang pesenam.

Di Olimpiade Tokyo 2020, Oksana Chusovitina memang gagal ke final.

Namun penampilannya tetap menuai pujian dari penonton dan para pesenam yang masih belia.

Oksana Chusovitina meraih emas di senam artistik beregu puteri pada Olimpiade 1992 Barcelona mewakili Tim Serikat (pecahan-pecahan Uni Soviet setelah rezim komunismen tumbang).

Setelah itu, perempuan kelahiran tahun 1975 ini sudah memenangkan 11 medali di 17 kejuaraan dunia.

Oksana Chusovitina sempat mewakili Jerman setelah pindah ke negara tersebut demi pengobatan sang putera yang terkena leukimia.

Saat mewakili Jerman pada Olimpiade Beijing 2008, dia meraih perak di nomor kuda-kuda.

Setelah melalui perjalanan karir panjang, Oksana mengatakan ingin pensiun dan total menjadi istri dan ibu bagi sang anak Alisher yang sudah berusia 22 tahun.

Sang putera juga sudah hidup normal dan sembuh dari kanker.

Suami Oksana Chusovitina adalah seorang pegulat asal Uzbekistan, Bakhodir Kurpanov.

Demikian kisah inspiratif para perempuan hebat di Olimpiade Tokyo 2020.***

Editor: Destri Ananda Prihatini

Sumber: ESPN The Guardian Olympics


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x