Timnas Sepakbola Ini Tak Pernah Raih Trofi Piala Dunia Meski Jago dan Handal

- 9 November 2022, 10:50 WIB
Logo dan maskot Piala Dunia 2022 Qatar hasil perancang asal Iran bernama Syed Hossein Ajaghi
Logo dan maskot Piala Dunia 2022 Qatar hasil perancang asal Iran bernama Syed Hossein Ajaghi /artymag.ir/

Media Magelang - Meraih trofi Piala Dunia adalah suatu kebanggaan bagi para pemain, pelatih dan suatu negara.

Persaingan menuju Piala Dunia saja sudah sulit dan semua tim akan habis-habisan menampilkan yang terbaik.
 
Namun hidup tidak selalu manis. Tidak semua harapan menjadi nyata.Begitu juga dalam sepakbola.
 
Sejumlah tim bisa jadi diunggulkan dan digadang-gadang bisa jadi juara dunia. Namun kenyataannya mereka justru gagal.
 
 
Siapa saja mereka? Berikut rangkumannya sebagaimana Media Magelang lansir dari berbagai sumber:
 
Hungaria (Piala Dunia 1954)
 
Magnificent Magyars adalah favorit juara di Piala Dunia 1954 di Swiss berkat kinerja Ferenc Puskas, Sandro Kocsis, dan Hidegkuti yang berkilauan. Hongaria hadir di Piala Dunia dengan rekor yang luar biasa: tak terkalahkan dalam 27 pertandingan. 
 
Di final, mereka menghadapi Jerman (Barat). Hongaria tampaknya mampu mengangkat trofi yang paling dicari untuk pertama kalinya setelah unggul 2-0 dalam delapan menit pertama. Kemudian, sesuatu terjadi, dan Jerman Barat kembali dengan memenangkan 3-2 dan meraih Piala pertama mereka.
 
 Hongaria mencetak jumlah gol terbanyak ( 27 ) di turnamen, dan Sandor Kocsis memenangkan Golden Boot setelah mencetak 11 gol.
 
Portugal (Piala Dunia 1966)
 
Portugal menjadi salah satu favorit di Piala Dunia 1966 Inggris. Kehadiran Eusebio yang dijuluki Mutiara Hitam membuat Portugal menjadi tim yang disegani.
 
Terlebih Portugal mengalahkan juara bertahan Brazil di fase grup. Brazil masih diperkuat sang legenda Pele saat itu.
 
Nyaris kalah atas tim debuta Korea Utara di perempat final, Portugal berhasil menang 5-3 setelah tertinggal 0-3. Semua berkat empat gol Eusebio.
 
Di empat besar, Portugal kalah dari tuan rumah Inggris yang akhirnya jadi juara. Namun Eusebio berhasil meraih Golden Boot (pencetak gol terbanyak) dengan torehan sembilan gol.
 
Eusebio berpulang pada 5 Januari 2014 di usia 71 tahun. Sepanjang karirnya, pemain keturunan Mozambik sudah mencetak 733 gol dari 745 laga.
 
Belanda (Piala Dunia 1974,1978)
 
Belanda menjadi tim favorit di Piala Dunia 1974 di Jerman (Barat). 
 
Di tangan Rinus Michels yang sudah membawa Ajax menjuarai kejuaraan antar klub Eropa (yang sekarang dikenal sebagai Liga Champions), Belanda dengan pemain-pemain seperti Johan Cryuff, Johan Neeskens, dan Rep Resenbrink menjadi idola.
 
Konsep total football Rinus Michels dimana seorang pemain bisa bermain di lebih dari satu posisi sembari menekan pemain lawan membuat Belanda menjadi tim yang dikagumi.
 
Melaju ke final Piala Dunia 1974 melawan tuan rumah, Belanda membuka keunggulan lewat penalti.
 
Jerman membalas lewat penalti Paul Breitner sebelum gol Gerd Muller mengakhiri mimpi tim Oranye.
 
Empat tahun berselang di Argentina, beberapa pemain Belanda memutuskan mundur sebagai protes atas rejim militer yang berkuasa di negara Amerika Latin tersebut.
 
Belanda melaju ke final dan kalah atas tuan rumah Argentina (dengan segala kontroversinya saat itu).
 
Brazil (Piala Dunia 1982)
 
Melihat permainan timnas Brazil pada era 1980an adalah hiburan tersendiri. Mendiang pelatih Tele Santana memperkenalkan konsep Jogo Bonito alias bermain cantik yang mampu menghipnotis siapapun yang menyaksikannya.
 
Nama-nama seperti Eder, pemain sayap kiri yang ketampanan dan gol indahnya membuat semua terpesona, bek-bek seperti Leandro, Oscar dan ada Pele Putih Zico dengan gol-gol indahnya menjadi idola.
 
Tak lupa ada satu sosok yang akan dikenang sebagai lebih dari pesepak bola Kapten Socrates (yang meninggal pada 2011) yang tidak hanya punya kemampuan dribbling yang mumpuni tetapi juga seorang dokter dan aktivis politik yang peduli dengan kondisi sosial politik dan kerap menyuarakan protes terhadap rejim militer.
 
Di Piala Dunia 1982, Brazil begitu sempurna di penyisihan grup. Namun di babak berikutnya. Tim Samba berada di grup neraka bersama Italia dan juara bertahan Argentina (yang diperkuat sosok yang akhirnya melegenda, mendiang Diego Maradona).
 
Brazil menang 3-1 atas Argentina yang berujung dikeluarkannya Maradona. Hanya butuh seri melawan Italia, Brazil terus menyerang dan menyerang, menghibur penonton denga permainan indahnya.
 
Namun Italia yang dikritik karena tidak meyakinkan mampu membalikkan keadaan. Permainan indah Brazil tidak mampu mengantarkan mereka ke empat besar.
 
Italia akhirnya menjadi juara setelah di final mengalahkan Jerman (Barat) 3-1.
 
Brazil memang gagal juara dunia 1982. Namun permainan mereka mampu menghibur dunia dan mereka akan dikenang sebagai salah satu tim terbaik yang tidak pernah merasakan jadi juara dunia.
 
Perancis (Piala Dunia 1986)
 
Dua tahun sebelum Piala Dunia, Perancis juara Piala Eropa di rumah sendiri. Diperkuat Michel Platini, Perancis menjadi salah satu favorit di Piala Dunia Meksiko 1986.
 
Tak terkalahkan di fase grup, Perancis secara meyakinkan mengalahkan juara bertahan Italia 2-0. 
 
Di perempat final, Perancis bertemu Brazil dan menang dramatis lewat adu penalti. 
 
Perancis kalah atas Jerman (Barat) di semifinal dan mendapat gelar "hiburan"yaitu juara tiga setelah mengalahkan Belgia.
 
Italia (Piala Dunia 1990)
 
Italia menjadi tuan rumah Piala Dunia 1990. Dengan kepopuleran Serie A pada masanya dan bintang-bintang seperti Paolo Maldini, Franco Baressi, dan Walter Zenga wajar saja Tim Azzurri dijagokan meraih trofi keempatnya di rumah sendiri.
 
Italia di fase grup atas Austria, AS dan Republik Ceko. Di babak berikut, tim besutan mendiang Azeglio Vicini berhasil mengalahkan Uruguay dan Irlandia.
 
Di semifinal, Italia melawan juara bertahan Argentina yang terseok-seok di awal. Namun, laga tuan rumah yang biasanya di Roma kali ini di Napoli. Dan ada pendapat ini adalah kesalahan.
 
Napoli adalah tempat dimana Diego Maradona didewakan Sementara para pemain timnas Italia kebanyakan bermain di klub-klub Italia Utara yang lebih makmur. 
 
Napoli ada di Italia Selatan dan jenjang sosial ini membuat warga Napoli justru mendukung timnas Argentina.
 
Italia akhirnya kalah dramatis lewat adu penalti dan Argentina ke final kedua kali beruntut. Di laga perebutan juara tiga, Italia berhasil mengalahkan Inggris lewat laga menarik, seru dan bersih.
 
Di final yang cenderung membosankan, Argentina kalah atas Jerman (Barat) 0-1.
 
Argentina (Piala Dunia 2006)
 
Argentina memang mampu ke final pada 2014 (sebelum kalah dari Jerman). Namun timnas Argentina pada 2006 dengan Lionel Messi yang masih belia, lalu ada sang seniman lapangan tengah Juan Roman Riquelme, dan kolega adalah salah satu tim terbaik pada Piala Dunia 2006 di Jerman,
 
Gol Esteban Cambiasso lewat 24 operan melawan Serbia-Montenegro pada fase grup menjadi yang tak terlupakan saat itu.
 
Di babak 16 besar, Argentina menghadapi Meksiko dalam laga yang dikenang sebagai salah satu laga terseru.
 
Gol indah Maxi Rodriguez di perpanjangan waktu menjadi penentu kemenangan Tim Tango.
 
Di delapan besar, Argentina berhadapan dengan tuan rumah Jerman. Lionel Messi dan kolega akhirnya menyerah lewat adu penalti yang mendebarkan.
 
Sayangnya, kemenangan Jerman ini juga diwarnai keributan. Menurut info dari Reuters, semua berawal dari Tim Borowski yang memberi isyarat tutup mulut kepada tim Argentina setelah tendangan penalti Cambiasso diblok Jens Lehmann.
 
Lalu  terjadilah keributan antar tim. Kejadian memalukan ini membuat pelatih timnas Jerman saat itu Olivier Bierhoff marah.
 
Delapan tahun berselang, Argentina akhirnya melaju ke final di Piala Dunia 2014 di Brazil dan kalah atas Jerman dengan skor 0-1.
 
Demikian kisah tim-tim terbaik yang tidak meraih trofi Piala Dunia.***

Editor: Dinda Silviana Dewi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x