Pemikiran Kartini ini didasari oleh keadaannya yang merasa terkekang atas perbedaan hak dengan saudara-saudara laki-lakinya.
Perbedaan hak tersebut adalah akibat dari budaya adat dan kontruks sosial yang ada pada masa itu.
Hal ini diungkapkan oleh surat-surat Kartini kepada sahabat Belanda-nya dalam buku yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.
"Kami, gadis-gadis masih terantai pada adat istiadat lama, hanya sedikit yang memperoleh pendidikan", tulis Kartini di suratnya kepada Estella H. Zeehandelaar.
"Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat", lanjutnya.
Kartini menjelaskan bahwa adat di negaranya pada saat itu melarang keras perempuan keluar rumah.
Kartini juga bercerita ketika dirinya sudah berumur 12 tahun, dikurung di dalam rumah. Tidak boleh keluar jika tidak ada suami.
Perjodohan juga menjadi salah satu hal yang harus diterima.
Gagasan-gagasan Kartini ini kemudian membawa perubahan sosial-budaya masyarakat Indonesia. Terutama bagi kaum perempuan.