Pasal Kontroversial RKUHP, Gelandangan Didenda Rp1 Juta!

- 21 Juni 2022, 13:15 WIB
Ilustrasi - Satu pasal dalam RKUHP yang membahas soal ancaman hukuman hingga denda bagi gelandangan menarik perhatian masyarakat.
Ilustrasi - Satu pasal dalam RKUHP yang membahas soal ancaman hukuman hingga denda bagi gelandangan menarik perhatian masyarakat. /Pixabay/lechenie-narkomanii.

Media Magelang - Beberapa pasal yang terdapat di revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) banyak dinilai memiliki aspek yang kontroversial.

RKUHP yang paling ramai diperbincangkan mengenai penghinaan terhadap pemerintah yang sah.

Namun pasal RKUHP yang akan dibahas kali ini tidak kalah menghebohkan.

Pasal RKUHP kali ini mengenai gelandangan yang kabarnya akan didenda Rp1,000,000.

Setiap orang yang bergelandangan di jalan bisa dihukum dengan hukuman denda maksimal Rp1 juta.

Baca Juga: RKUHP Segara Disahkan, Kini Menghina Pemerintah Bisa Dipidana 4 Tahun Penjara?

Denda tersebut diberikan, jika seorang gelandangan di jalan maupun di tempat umum mengganggu ketertiban umum.

Aturan dalam Pasal 431 itu berbunyi:

"Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I".

Menurut Pasal 79 RKUPH, disebutkan bahwa denda kategori I paling banyak adalah Rp1 juta.

Padahal secara hukum, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar jelas harus dipelihara oleh negara.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi:

"Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara".

Baca Juga: BWF World Tour Malaysia Open 2022 Kapan Mulai? Cek Jadwal Lengkapnya di Sini

Salah satu peran dinas sosial milik Pemerintah dalam penanggulangan pengemis pun disebutkan merupakan sebuah tugas pokok struktur organisasi yang berkaitan dengan masalah sosial.

Baik gelandangan, pengemis, dan masalah sosial lainnya.

Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial disebutkan:

"Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar".

Di pasal 7 Ayat (1) juga disebutkan bahwa gelandangan merupakan salah satu kategori disfungsi sosial yang harus dipelihara oleh negara.

"Seseorang yang mengalami disfungsi sosial antara lain penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, tuna susila, gelandangan, pengemis," tutur pasal tersebut.

"Eks penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pecandu narkotika, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak terlantar, dan anak dengan kebutuhan khusus," tulis aturan tersebut

Namun, entah bagaimana DPR dan Pemerintah memutuskan untuk memberikan denda kepada gelandangan.

Dalam RKUHP tersebut tidak dijelaskan lebih rinci terkait denda untuk gelandangan tersebut, karena mereka menilai hal itu sudah jelas.

DPR menargetkan akan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada akhir Masa Persidangan V DPR Tahun Sidang 2021-2022, yakni awal Juli 2022.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa mengatakan RKUHP saat ini tinggal disahkan menjadi UU lewat Paripurna setelah pada 2019 lalu selesai proses pembahasan dan pleno tingkat Panja.

Ia mengkonfrimasi, bahwa pihaknya berencana bertemu wakil pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas rencana RKUHP yang akan dibawa ke Paripurna.

DPR juga akan membahas pasal penjelasan pada RUU tersebut yang hingga kini masih dalam tahap penyempurnaan.

Hal serupa juga disampaikan anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan.

Hinca Panjaitan, menyebut bahwa proses lanjutan RKUHP baru akan dimulai pada masa sidang kali ini hingga awal Juli mendatang.

Meski sempat ditunda pada 2019 silam, Hinca Panjaitan menyebut proses RKUHP tidak akan dimulai.

Sebab menggunakan sistem carry over atau melanjutkan dari proses sebelumnya.

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menyebut RKUHP yang akan disahkan akan menggunakan draf terakhir hasil sidang Pleno di Badan Legislasi 2019 lalu.

Draf RKUHP menurutnya, tidak mungkin diubah lagi karena panitia khusus (pansus) yang ditugaskan membahas rancangan regulasi tersebut sudah dibubarkan.

Baca informasi seputar RKUHP 2021-2022 DI SINI.***

Editor: Destri Ananda Prihatini


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah