Makna di Balik 4 Upacara Adat dalam Hari Raya Nyepi yang Unik dan Menarik 

- 11 Maret 2024, 07:00 WIB
Gambar ucapan selamat Hari Raya Nyepi
Gambar ucapan selamat Hari Raya Nyepi /Pikiran Rakyat Media Network/Dok. Freepik
 
 
Media Magelang - Hari Raya Nyepi 2024 segera dilaksanakan oleh umat Hindu Bali pada 11 Maret.
 
Sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi ini ada 4 tradisi atau upacara adat yang penting untuk dilaksanakan.
 
4 tradisi atau upacara dalam Hari Raya Nyepi ternyata memiliki makna di baliknya yang unik dan menarik untuk diulik.
 
Dalam laman resmi Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng disebutkan, Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka yang dirayakan setiap satu tahun sekali.
 
 
Nyepi memiliki filosofi di mana umat Hindu memohon kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, untuk melakukan penyucian Buana Alit (manusia), dan Buana Agung (alam dan seluruh isinya). 
 
Nyepi mengandung arti sepi atau sunyi, dan dirayakan setiap 1 tahun saka. 
 
Pada saat Nyepi, masyarakat tidak boleh melakukan aktifitas seperti pada umumnya, seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dan sebagainya. 
 
Tujuan dari larangan ini adalah agar tercipta suasana sepi, sepi dari hiruk pikuknya kehidupan, dan sepi dari semua nafsu atau keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuwana Agung (alam semesta) dan Bhuwana Alit (manusia). 
 
Sebelum hari raya Nyepi, dilaksanakan serangkaian upacara dan upakara, yang dimaksudkan agar Penyucian Buana Alit dan Buana Agung berjalan dengan lancar. 
 
Rangkaian upacara tersebut berbeda-beda, tergantung dari kebijakan masing-masing wilayah yang telah dimusyawarahkan sebelumnya.
 
Hari Raya Nyepi khususnya di Bali memiliki beberapa tahapan, yaitu dimulai dengan Upacara Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan, kemudian diikuti oleh puncak Hari Raya Nyepi itu sendiri, dan terakhir adalah Ngembak Geni.
 
Dilansir dari laman resmi Nyepi, berikut ini urutan 4 tradisi atau upacara adat, beserta maknanya dalam Hari Raya Nyepi.
 
Upacara Pertama: Melasti
 
Ritual penyucian yang didedikasikan untuk Dewa Tertinggi, Hyang Wdihi Wasa, yang dikenal sebagai Melasti dengan mengambil air suci dari laut untuk membersihkan benda-benda suci seperti Arca, Pratima, dan Pralingga yang ada di beberapa pura. 
 
Meskipun Melasti tidak selalu dihitung sebagai hari pertama perayaan Nyepi, namun hal ini menandakan permulaannya, karena jatuh pada Hari Baik, yang menandai dimulainya periode Nyepi. 
 
Tujuan dari ritual penyucian ini adalah untuk membersihkan diri masing-masing (Bhuana Alit), dan alam semesta (Bhuana Agung). 
 
Pengambilan air suci dalam Upacara Melasti ini disebut sebagai Tirta Amerta, yang berarti air sebagai sumber kehidupan. 
 
Saat melaksanakan Melasti ini, masyarakat Bali mengenakan pakaian tradisional yang berwarna putih, dan sarung kotak-kotak, dan dilakukan di tepi pantai atau di dekat sumber air seperti danau, dan hal ini melambangkan pelepasan masa lalu, serta membuangnya ke laut. 
 
Ritual serupa juga dilakukan di Pantai Balekambang, di pesisir selatan Malang, Jawa Timur, yaitu ritual Jalani Dhipuja.
 
Upacara Kedua: Bhuta Yajna dan Pawai Ogoh Ogoh
 
Ritual Bhuta Yajna yang lebih dikenal dengan Pengerupukan, dilakukan satu hari sebelum Nyepi dengan menampilkan parade Ogoh Ogoh, untuk mengalahkan unsur-unsur negatif, dan menciptakan keseimbangan antara Tuhan, manusia, dan alam. 
 
Ritual ini juga dimaksudkan untuk menenangkan Batara Kala (Dewa Alam Baka dan Kehancuran) dengan persembahan Pecaruan.
 
Saat matahari terbenam, antara pukul 5 sampai 6 sore, upacara Pengrupukan dilaksanakan dengan menutup akses jalan raya.
 
Dengan jumlah pejalan kaki yang sangat banyak, masyarakat Bali berparade di jalanan dengan membawa patung Ogoh-ogoh, dengan penuh semangat memainkan irama musik yang keras dari alat musik seperti kulkul (lonceng bambu), genta, dan gong.
 
Setiap desa membuat setidaknya satu Ogoh-Ogoh yang spektakuler, dan bangga dengan seluruh prosesnya. 
 
Seringkali ada kontes di setiap daerah seperti Sanur, Kuta, Denpasar, dan Ubud untuk Ogoh-Ogoh terbaik.
 
Upacara Ketiga: Nyepi - Hari Raya Nyepi
 
Hari yang paling penting ini benar-benar diperuntukkan bagi refleksi diri, dan melarang segala sesuatu yang dapat mengganggu tercapainya tujuan dari Nyepi.
 
Umat Hindu Bali menghabiskan waktu sepanjang hari di Hari Raya Nyepi dengan berdoa, berpuasa, dan bermeditasi untuk memperkuat hubungan dengan Tuhan (Hyang Widi Wasa).  
 
Nyepi secara tradisional merupakan hari keheningan mutlak yang dipatuhi oleh umat Hindu Bali, dan berdasarkan empat sila Catur Brata, ada empat hal yang wajib dilakukan, yaitu:
 
• Amati Geni: Tidak boleh menyalakan api atau lampu, termasuk tidak boleh menyalakan listrik.
 
Bahkan tidak boleh memasak, itulah sebabnya mengapa beberapa orang Bali mengikuti tradisi puasa.
 
• Amati Karya: Tidak ada bentuk aktivitas fisik, kecuali hal-hal yang didedikasikan untuk pembersihan dan pembaharuan spiritual.
 
Oleh karena itu, mengapa meditasi dan yoga sangat penting.
 
• Amati Lelunganan: Tidak boleh bepergian.
 
Bandara ditutup, tidak ada kendaraan yang masuk atau keluar dari Bali, dan juga jalan-jalan dijaga oleh Pecalang.
 
• Amati Lelanguan: Berpuasa dan tidak berpesta pora/menghibur diri atau bersuka ria secara umum.
 
Larangan untuk memuaskan "nafsu manusia untuk bersenang-senang".
 
Mulai dari pukul 6:00 pagi pada Hari Raya Nyepi hingga pukul 6:00 pagi keesokan harinya, masyarakat Bali yang taat menghabiskan hari mereka di dalam rumah dengan jendela dan tirai tertutup.
 
Ada mitos yang mengatakan bahwa, setelah perayaan yang riuh dan aktif, pulau ini bersembunyi untuk melindungi diri dari roh-roh jahat, menipu mereka untuk percaya bahwa Bali, yang diselimuti oleh suasana ketenangan dan kedamaian yang lengkap, adalah sebuah pulau yang sepi. 
 
Mitos ini berasal dari zaman mitos roh jahat, Dewa, pahlawan legendaris, dan penyihir.
 
Upacara Keempat: Ritual Ngembak Agni, atau Labuh Brata
 
Upacara terakhir yang muncul di Hari Raya Nyepi dikenal sebagai Ngembak Agni, atau Labuh Brata, yang merupakan ritual yang dilakukan pada Hari Raya Tahun Baru. 
 
Hari terakhir adalah saat Catur Brata Penyepian berakhir, dan umat Hindu Bali mengunjungi keluarga mereka, berinteraksi dengan tetangga dan kerabat untuk meminta maaf.
 
Pada hari setelah Nyepi, yang dikenal dengan nama Ngembak Geni, aktivitas sosial kembali meningkat dengan cepat, kebalikan dari hari sebelumnya. 
 
Keluarga dan teman-teman berkumpul dan bersosialisasi, melakukan ritual keagamaan tertentu bersama-sama, dan pada dasarnya dianjurkan untuk keluar rumah. 
 
Berbeda dengan Hari Raya Nyepi, mereka harus aktif dengan masyarakat sekitar, merangkul tetangga, keluarga, dan teman-teman.
 
Demikian ulasan mengenai makna di balik 4 upacara adat dalam Hari Raya Nyepi yang unik dan menarik.*** 

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x