Global Witness Sebut 227 Aktivis Lingkungan Dibunuh Sepanjang 2020, Bagaimana di Indonesia?

- 15 September 2021, 19:06 WIB
Ilustrasi aktivis lingkungan.
Ilustrasi aktivis lingkungan. /unsplash.com/@markusspiske

Media Magelang - Global Witness menyebut 227 aktivis lingkungan dibunuh sepanjang tahun 2020.

Angka ini menjadi yang tertinggi dalam satu tahun dan laporan Global Witness ini menimbulkan keprihatinan bersama bahwa perjuangan menjadikan bumi ini lebih baik ternyata masih panjang berliku.
 
Laporan Global Witness memaparkan bahwa sedikitnya 30 persen serangan yang terdokumentasi dilaporkan terkait dengan eksploitasi hasil alam, pembalakan hutan, tambang, pembangunan infrastruktur dan proyek agribisnis skala besar.
 
 
Pembalakan hutan menjadi industri yang terkait dengan paling banyak kasus pembunuhan sebanyak 23 kasus seperti yang terjadi di Brazil, Nikaragua, Peru dan Filipina.
 
Filipina dan beberapa negara Amerika Latin menjadi negara terentan bagi pejuang lingkungan
 
Kolombia, Meksiko dan Filipina menjadi tiga negara dengan tingkat kematian aktivis lingkungan tertinggi di dunia menurut data Global Witness.
 
Ada 65 aktivis lingkungan yang terbunuh pada 2020 di Kolombia, tertinggi berturut-turut.
 
Lalu disusul Meksiko dengan 30 aktivis dan Filipina dengan 29 aktivis dibunuh.
 
 
Di Filipina para aktivis yang menentang perusahaan-perusahaan perusak lingkungan kerap berhadapan dengan militer dan polisi.
 
Lalu,bagaimana di Indonesia?
 
Data Global Witness menyebutkan ada tiga aktivis lingkungan yang dibunuh di Indonesia sepanjang tahun 2020.
 
Para pejuang lingkungan di Indonesia juga masih menghadapi ancaman dalam mewujudkan bumi yang bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh ulah orang-orang tak bertanggung jawab.
 
Mirisnya UU Minerba no.3/2020 di pasal 162 justru menjerat siapa saja yang menolak kegiatan tambang.
 
Pasal inilah yang masuk dalam gugatan di sidang uji materi ke Mahkamah Konstitusi(MK) yang sudah berjalan dua kali Agustus lalu.
 
Seorang warga lokal Sangihe yang tak ingin disebut namanya mengatakan pada Media Magelang 23 Juni lalu bahwa dia merasa ponselnya disadap karena dirinya adalah salah satu yang aktif menolak tambang emas di salah satu pulau terluar tersebut.
 
"Apalagi sempat ramai ada pejabat daerah bertemu dengan pihak perusahaan dan itu heboh di Facebook. Saya ada nomor lain yang bisa disimpan untuk antisipasi," ujarnya.
 
Perjuangan aktivis lingkungan sedunia untuk mewujudkan bumi lebih sehat memang nampaknya butuh waktu panjang.***

Editor: Dinda Silviana Dewi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x