Atasi Krisis Tenaga Kerja, Jerman Coba Terapkan 4 Hari Kerja dalam Seminggu, Bagaimana dengan Indonesia?

- 17 Maret 2024, 09:00 WIB
Ilustrasi - Bekerja menggunakan komputer
Ilustrasi - Bekerja menggunakan komputer /Karawangpost/Foto/Pexels-Vojtech Okenka
 
Media Magelang - Baru-baru ini, Jerman mencoba penerapan 4 hari kerja dalam seminggu.
 
Uji coba penerapan 4 hari kerja dalam seminggu itu bertujuan untuk mengatasi krisis tenaga kerja yang sedang terjadi di Jerman saat ini.
 
Jika Jerman sudah mulai mencoba penerapan 4 hari kerja dalam seminggu, lalu bagaimana dengan Indonesia? Akankah menyusul kebijakan Jerman tersebut?
 
Dilansir dari Antara, penerapan 4 hari kerja itu akan diujicobakan oleh pemerintah Jerman selama enam bulan di 45 perusahaan.
 
 
Meski hanya 4 hari kerja, para karyawan dari 45 perusahaan tersebut akan tetap menerima gaji yang sama seperti sebelumnya.
 
Uji coba penerapan 4 hari kerja tersebut diinisiasi oleh konsultan sumber daya Intraprenor yang berkantor di Berlin.
 
Konsultan sumber daya Intraprenor itu berkolaborasi dengan organisasi nirlaba 4 Day Week Global (4DWG) dalam mencetuskan ide penerapan 4 hari kerja.
 
Jan Buhren dari Intraprenor mengatakan, bahwa krisis ekonomi di Jerman menyebabkan perubahan di pasar tenaga kerja sehingga perlu dilakukan uji coba 4 hari kerja dalam seminggu.
 
"Kami melihat perubahan di pasar tenaga kerja, perubahan permintaan tenaga kerja, kami melihat semacam krisis ekonomi di mana-mana, terutama di Jerman dan Eropa, dan hal ini memerlukan cara berpikir baru dalam bekerja," kata Jan Buhren, dikutip dari Antara.
 
Selama setahun terakhir, di seluruh wilayah Jerman telah terjadi pemogokan pekerja sektor publik, yang menuntut upah lebih tinggi, dan kondisi kerja yang lebih baik.
 
Para pekerja itu mendukung penerapan waktu kerja yang lebih pendek, dengan harapan, bekerja 4 hari dalam seminggu akan membuat pekerja lebih bahagia dan produktif, ketika Jerman sedang mengatasi pertumbuhan produktivitas yang lebih lambat dan kekurangan tenaga kerja.
 
"Kami telah melihat bahwa mereka (staf) menjadi sangat kreatif dan menemukan cara untuk melenturkan cara bekerja dan waktu yang mereka habiskan untuk bekerja sehingga kerja 4 hari bukan sembarangan kerja 4 hari. Ada sekitar 12 mode berbeda yang yang telah kami lihat sejauh ini,” Jan Buhren.
 
Produktivitas menjadi pertanyaan besar dari uji coba tersebut setelah mencapai angka tertinggi sepanjang masa, yaitu sebesar 105,20 poin pada November 2017.
 
Menurut data dari Deutsche Bundesbank, produktivitas Jerman terus menurun, meskipun produktivitas di negara itu masih lebih tinggi dibandingkan negara-negara besar lainnya di Eropa.
 
Menurut para pendukung sistem 4 hari kerja dalam seminggu, mengurangi 1 hari kerja dalam seminggu akan meningkatkan kesejahteraan dan motivasi pekerja, sehingga membuat mereka lebih produktif.
 
Jan Buhren menuturkan, bahwa lonjakan motivasi pekerja itu juga terlihat di industri yang mengalami kekurangan tenaga kerja.
 
"Industri sudah mengalami kekurangan pekerja, hampir menjadi paradoks untuk mengatakan, apakah Anda ingin bekerja lebih sedikit?" kata Jan Buhren.
 
“Jadi, meskipun perusahaan-perusahaan ini menawarkan cara baru dalam mengerahkan tenaga kerja mereka, hal ini sebenarnya berfungsi sebagai insentif, sebagai branding perusahaan. Di sinilah perusahaan meningkatkan nilai merek mereka dan oleh karena itu melihat peningkatan 300 persen dalam lamaran kerja yang dikirimkan kepada mereka,” imbuh Jan Buhren.
 
Bekerja dengan jam kerja yang lebih pendek dalam seminggu juga meyakinkan mereka yang tidak bersedia bekerja seminggu penuh untuk memasuki dunia kerja, sehingga dapat membantu mengatasi kekurangan tenaga kerja yang saat ini sedang terjadi di Jerman.
 
Dengan demikian, demi mengatasi krisis tenaga kerja, Jerman menerapkan uji coba 4 hari kerja dalam seminggu, dan hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan Indonesia? Apakah akan menerapkan sistem kerja yang sama?***
 

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x