Cockpit Voice Recorder Sriwijaya Air SJ 182 Belum Ditemukan, Publik Kenang Isi CVR Lion Air JT 610

14 Januari 2021, 18:15 WIB
Jejak bocornya isi rekaman VCR pesawat Lion Air JT 610 kembali disangkut pautkan dengan tragedi Sriwijaya Air SJ 182. /Pexels.com/Marina Hinic

Media Magelang - Saat operasi SAR pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih berjalan untuk mencari Cockpit Voice Recorder (VCR), jenazah dan serpihan pesawat, publik kembali mengingat tragedi Lion Air JT 610.

Memiliki kronologi serupa dengan Sriwijaya Air SJ 182, tragedi Lion Air JT 610 menyisakan jejak bocornya isi rekaman VCR pesawat tersebut.

Baik Lion Air JT 610 dan Sriwijaya Air SJ 182 memiliki kesamaan yaitu jatuh ke perairan utara Pulau Jawa dan hancur berkeping-keping.

Baca Juga: Dapat Kabar Syaikh Ali Jaber Wafat, dr.Tirta: Beliau Adalah Sosok Panutan Sesungguhnya

Saat itu, tidak ada penumpang Lion Air JT 610 yang dinyatakan selamat hingga operasi SAR dihentikan.

Publik mulai menyangkut pautkan kedua tragedi penerbangan tersebut dan berspekulasi sesuai dengan kenangan bocornya isi black box Lion Air JT 610. 

PAda saat itu pesawat Lion Air JT 610 juga menukik ke bawah beberapa saat sebelum menabrak permukaan laut.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Vaksin Covid-19 Jokowi Berbeda dengan Masyarakat Seperti yang Dikatakan Moeldoko

Artikel mengenai bocornya isi percakapan dalam VCR ini dikutip Media Magelang dari pikiran-rakyat.com dalam artikel berjudul Isi Rekaman Black Box Lion Air JT 610 Pernah Bocor, Begini Isi Percakapan Pilot.

Isi percakapan terakhir cockpit voice recorder (CVR) dari kotak hitam atau black box antara pilot dan kopilot Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang pada Oktober 2018 lalu pernah bocor dalam sebuah laporan dari Reuters pada Maret 2019. 

Menurut tiga orang sumber Reuters, pilot Lion Air berjenis Boeing 737 MAX sempat membaca buku panduan (handbook) untuk memahami mengapa pesawat itu menukik ke bawah pada menit-menit terakhir sebelum menabrak permukaan laut yang menewaskan 189 orang di dalamnya.

Baca Juga: Arya Saloka Ingin Ungkap Perasaannya ke Andin Saat Berperan Jadi Aldebaran di Ikatan Cinta

Namun tak banyak yang bisa mereka lakukan. Mereka akhirnya kehabisan waktu dan terhempas seketika ke dalam lautan, menurut tiga sumber Reuters yang mengetahui isi rekaman suara kokpit pesawat itu, seperti dikutip dari Reuters, Rabu, 13 Januari 2021.

Ini adalah pertama kalinya konten perekam suara dari penerbangan Lion Air dipublikasikan. Ketiga sumber membahasnya dengan syarat anonim.

Reuters sendiri menyebutkan tidak memiliki akses ke rekaman atau transkrip tersebut.

Baca Juga: Live Streaming Uttaran Hari Ini, Nonton Gratis di TV Online Soal Persaingan Meethi dan Nandini

Investigasi ini dilakukan setelah otoritas penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration (FAA) dan regulator lain menghentikan operasional model pesawat Boeing tersebut pasca kecelakaan di Ethiopia pada 10 Maret 2019 lalu.

Investigasi yang memeriksa kecelakaan Lion Air JT 610 di Indonesia sedang mempertimbangkan bagaimana komputer memerintahkan pesawat untuk menukik sebagai respons terhadap data dari sensor yang salah dan apakah pilot memiliki pelatihan yang cukup untuk merespons keadaan darurat dengan tepat.

Menurut laporan awal yang dirilis pada November 2018, kapten pilot Lion Air memegang kendali penerbangan JT 610 ketika pesawat itu lepas landas dari Jakarta, sedangkan co-pilot pesawat bertugas menangani radio.

Baca Juga: Syekh Ali Jaber Meninggal dengan Negatif Covid-19, Ustadz Yusuf Mansyur: Insyaallah Beliau Syahid

Hanya dua menit setelah penerbangan, petugas pertama melaporkan "masalah kontrol penerbangan" ke kontrol lalu lintas udara dan mengatakan pilot bermaksud untuk mempertahankan ketinggian 5.000 kaki, menurut laporan November 2018.

Petugas pertama tidak merinci masalahnya, tetapi satu sumber mengatakan kecepatan udara disebutkan pada rekaman suara kokpit, dan sumber kedua mengatakan indikator menunjukkan masalah pada tampilan kapten tetapi bukan pada petugas pertama.

"Kapten meminta petugas pertama untuk memeriksa buku pedoman referensi cepat, yang berisi daftar periksa untuk kejadian abnormal," kata sumber pertama Reuters.

Baca Juga: Ustadz Yusuf Mansyur: Kita Kehilangan Sosok Syekh Ali Jaber

Selama sembilan menit berikutnya, pesawat memperingatkan pilot ada keadaan stall dan mendorong hidung ke bawah sebagai tanggapan, laporan itu menunjukkan.

Kondisi stall adalah ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat dan membuatnya tetap terbang.

Dikatakanan sumber itu, kapten berjuang menaikkan pesawat, tetapi komputer masih salah mendeteksi adanya gangguan, terus menekan hidung pesawat menggunakan sistem trim pesawat. Biasanya, trim menyesuaikan permukaan kendali pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan rata.

Baca Juga: Kerja Keras Evakuasi Pesawat Sriwijaya Air SJ 182, KRI Rigel 933 Ketat Terapkan Protokol Kesehatan

"Mereka sepertinya tidak tahu trim itu bergerak turun. Mereka hanya memikirkan tentang kecepatan udara dan ketinggian. Itulah satu-satunya hal yang mereka bicarakan," kata sumber ketiga.

"Pilot JT610 tetap tenang selama sebagian besar penerbangan," tutur tiga sumber tersebut.

Menjelang akhir, kapten meminta petugas pertama untuk terbang sementara dia memeriksa manual untuk mencari solusi.

Baca Juga: Kepala Dinas Kesehatan Jateng, Yulianto Prabowo: Penerima Vaksin Sudah Lalui Skrining Ketat

Sekitar satu menit sebelum pesawat menghilang dari radar, kapten kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki. Permintaannya ini disetujui, menurut laporan awal tersebut.

Menurut sumber kedua, saat kapten itu berusaha untuk menemukan prosedur yang tepat di buku panduan, petugas pertama tidak dapat mengendalikan pesawat.

“Ini seperti ujian dimana ada 100 soal dan waktu habis baru menjawab 75. Jadi Anda panik. Ini adalah kondisi time-out," kata sumber ketiga.

Baca Juga: BLT Subsidi Gaji dari Kemnaker Sudah Cair, Cek Penerima BSU BPJS Ketenagakerjaan

Kapten kelahiran India itu pada akhirnya terdengar terdiam, sementara co-pilot asal Indonesia menyerukan "Allahu Akbar". Yang terjadi sesudahnya tragis. Pesawat itu menghantam perairan laut dan menewaskan semua orang yang di dalamnya.

Badan investigasi kecelakaan udara Prancis BEA mengatakan, perekam data penerbangan (flight data recorder) dalam kecelakaan pesawat di Ethiopia yang menewaskan 157 orang juga menunjukkan "kesamaan yang jelas" dengan Lion Air JT 610.

Sejak kecelakaan Lion Air, Boeing telah mengupayakan peningkatan perangkat lunak untuk mengubah seberapa banyak otoritas yang diberikan ke Sistem Augmentasi Karakteristik Manuver, atau MCAS, sistem anti-stall baru yang dikembangkan untuk 737 MAX.

Baca Juga: Gubernur Kalbar Minta Pihak Sriwijaya Air Sampaikan Jumlah Korban Kecelakaan Pesawat SJ 182 Cepat

Beberapa pilot AS mengeluh bahwa mereka tidak mengetahui sistem baru, yang disebutkan dalam indeks manual lengkap pesawat tetapi bukan teksnya, menurut versi yang dilihat oleh Reuters. Maskapai memiliki keleluasaan untuk menyesuaikan manual.

Diberitakan Pikiran-rakyat.com sebelumnya, pada Oktober 2019, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis temuan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan, terdapat kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat PK-LQP atau Angle of Attack (AOA). AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang.

Baca Juga: Pesan Fadli Zon Setelah Presiden Jokowi Ajukan Listyo Sigit Prabowo Sebagai Calon Tungga Kapolri

"Deviasi ini mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat 25 Oktober 2019.***(Julkifli Sinuhaji)

Editor: Puspasari Setyaningrum

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler