Saling Ketergantungan Ekonomi AS ke Tiongkok Hingga Larangan iPhone di China

- 11 September 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi AS vs China.
Ilustrasi AS vs China. /Argo/Instagram.com/@conflictouschina

Media Magelang - Selama 15 tahun terakhir, iPhone telah menjadi totem kekuatan ekonomi AS. 

Popularitas global ponsel pintar Apple menjadi pengingat di seluruh dunia akan kecerdikan dan keahlian teknologi Silicon Valley. 
 
Namun, baru-baru ini Tiongkok telah mengeluarkan larangan terhadap penggunaan iPhone di beberapa instansi pemerintah pusat, dan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang sejauh mana saling ketergantungan ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Meskipun alasan mengapa Beijing bersikap buruk terhadap Apple masih belum jelas, simbolisme ini sulit untuk diabaikan. 
 
 
Kesuksesan iPhone sebagian besar berkat manufaktur berbiaya rendah di Tiongkok. 
 
Jika negara ini tidak lagi menerima perusahaan senilai $2,8 triliun, hal ini merupakan indikator kuat dari semakin dinginnya hubungan dengan Amerika Serikat. 
 
Hal ini juga menggarisbawahi sulitnya membalikkan integrasi ekonomi yang telah berlangsung selama dua dekade.

Ketika Tiongkok bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia pada akhir tahun 2001, banyak pemimpin politik memuji langkah tersebut sebagai langkah maju yang besar, tidak hanya bagi perekonomian global, namun juga bagi hidup berdampingan secara damai. 
 
Namun, selama dua dekade berikutnya, Amerika Serikat semakin menggunakan posisi dominannya dalam teknologi dan keuangan global sebagai senjata kebijakan luar negeri, sehingga akhirnya mendorong negara lain untuk melakukan tindakan balasan.

Teori bahwa saling ketergantungan ekonomi mencegah konflik mempunyai sejarah yang panjang. 
 
Pemerintah AS telah menggunakan sanksi finansial dan teknologi untuk menyerang perusahaan-perusahaan asing seperti Huawei. Regulator AS juga telah mengenakan denda besar pada bank Perancis BNP Paribas karena menghindari sanksi terhadap negara seperti Sudan, Iran, dan Kuba.

Dominasi online AS memungkinkan mereka untuk memata-matai panggilan telepon dan email dari seluruh dunia, dan Departemen Keuangan AS dapat mengecualikan musuh-musuh seperti Korea Utara dan Iran dari sistem pembayaran global berbasis dolar. 
 
Kecenderungan kapitalisme untuk menghasilkan perusahaan raksasa yang berkantor pusat di Amerika Serikat telah membantu pemerintahan berturut-turut menerapkan otoritas mereka.

Namun, permasalahan dalam mempersenjatai jalur perdagangan global adalah hal ini mendorong pihak lain untuk melakukan perlawanan. 
 
Larangan iPhone di Tiongkok merupakan upaya terbaru dari serangkaian langkah untuk mengurangi ketergantungan Beijing pada teknologi buatan AS. 
 
Negara ini juga telah membatasi ekspor bahan seperti galium dan germanium, yang digunakan untuk membuat mikroprosesor. 
 
Uni Eropa juga mengerahkan keinginannya dalam mempengaruhi hubungan ekonomi global.

Sulit untuk membayangkan terputusnya hubungan ekonomi antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Namun, status quo juga rapuh. "Tidak ada jalan keluar yang terlihat dari kerajaan bawah tanah," Farrell dan Newman menyimpulkan. "Setiap terowongan yang tampaknya mengarah ke luar, pada akhirnya akan kembali ke dalam dirinya sendiri." 
 
Sistem yang muncul setelah Perang Dingin seharusnya mengurangi bahaya konflik, namun risiko konfrontasi yang mahal malah semakin besar.

Dalam era saling ketergantungan ekonomi global yang semakin rumit, penting untuk memahami bahwa tindakan satu negara dapat memiliki dampak signifikan pada ekonomi dunia. 
 
Ini adalah pengingat bahwa saling ketergantungan ekonomi dapat menjadi pedang bermata dua, dan hubungan internasional modern memerlukan keseimbangan yang cermat dalam menjaga perdamaian dan kestabilan dunia.***
 

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x