Saham Starbucks Hilang Rp171 Triliun karena Aksi Boikot Produk Israel

- 11 Desember 2023, 18:00 WIB
Starbucks dan H&M dilaporkan akan menghentikan operasi di Maroko. Efek Boikot?
Starbucks dan H&M dilaporkan akan menghentikan operasi di Maroko. Efek Boikot? /Pixabay
 
Media Magelang - Toko kopi terbesar asal Amerika Serikat (AS) Starbucks dikabarkan kehilangan sahamnya hingga triliunan rupiah.
 
Starbucks dilaporkan kehilangan sahamnya sebesar Rp171 triliun atau 11 miliar dolar Amerika Serikat (USD).
 
Hilangnya saham Starbucks sebesar Rp171 triliun dikarenakan aksi boikot produk-produk Israel yang terjadi di hampir seluruh belahan dunia.
 
Tak hanya karena aksi boikot produk Israel, hilangnya saham Starbucks yang mencapai triliunan rupiah itu diduga juga karena aksi pemogokan para karyawan.
 
 
Faktor lain yang juga menjadi penyebab hilangnya saham Starbucks adalah, karena promosi liburan yang kurang menarik, yang berakibat pada sepinya pembeli.
 
Menurut analis industri yang dilansir dari News Week, meskipun perjuangan jaringan kopi ikonik ini sudah dilakukan semaksimal mungkin, konflik Israel dan Hamas Palestina yang merembet ke kafe-kafe Starbucks tetap tak bisa menghentikan gelombang boikot terhadap produk-produk Zionis.
 
Aksi boikot ini tentu berdampak pada masa depan Starbucks, dan telah terlihat dengan hilangnya saham perusahaan minuman kopi ini sebesar Rp171 triliun.
 
Konflik Israel dan Hamas Palestina, serta aksi boikot yang terjadi di hampir seluruh penjuru dunia telah mendorong para investor Starbucks untuk mundur, dan hal inilah yang menyebabkan penurunan saham perusahaan asal Negeri Paman Sam itu.
 
Penurunan saham Starbucks di tahun 2023 ini menjadi yang terpanjang sejak penawaran saham perdananya di tahun 1992. 
 
Dalam kurun waktu 19 hari kalender, sejak promosi Red Cup Day pada 16 November 2023, saham Starbucks anjlok 8,96 persen, yang setara dengan kerugian hampir 11 miliar US Dolar (setara dengan Rp171 triliun), di tengah-tengah laporan analis mengenai perlambatan penjualan, serta respons yang lemah terhadap penawaran musim liburan.
 
Boikot yang dilakukan oleh jaringan kedai kopi yang berbasis di Seattle, Washington, Amerika Serikat (AS) ini sangat kuat, terutama karena menyentuh isu-isu geopolitik yang sensitif, setelah perusahaan ini berada dalam situasi yang memanas.
 
Keadaan genting yang dialami oleh Starbucks ini bermula dari sebuah cuitan dari Starbucks Workers United, yaitu Serikat Pekerja Starbucks yang mewakili para baristanya, yang menyatakan solidaritasnya terhadap warga Palestina.
 
Tanggapan perusahaan yang cepat memicu serangkaian boikot, disertai dengan seruan untuk memboikot produk-produk Israel tersebut melalui tindakan nyata, dan hal ini bergema di seluruh platform media sosial. 
 
Tindakan hukum yang diambil oleh Starbucks untuk mengatasi protes para barista yang pro-Palestina telah menimbulkan perdebatan sengit.
 
Protes para barista itu membuat Starbucks harus menavigasi operasi bisnisnya di tengah-tengah ekspresi politik.
 
Pemogokan yang dipimpin oleh para pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja ini menyoroti tuntutan untuk memperbaiki sistem kepegawaian, penjadwalan, dan negosiasi kontrak. 
 
Para pekerja menuntut kondisi kerja yang lebih baik, terutama pada hari-hari dengan lalu lintas tinggi, yang menurut mereka menguji batas kemampuan dan semangat kerja staf.
 
Starbucks membantah melakukan kesalahan dalam skenario kerja tersebut, dan harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan reputasi mereknya di tengah isu-isu global yang memecah belah. 
 
Dalam sebuah panggilan telepon baru-baru ini dengan para analis, CEO Starbucks Laxman Narasimhan mengatakan, bahwa ia tetap optimis dengan saluran-saluran perusahaan yang terdiversifikasi, dan kemampuannya untuk melibatkan para pelanggan meskipun ada tantangan ekonomi makro serta perubahan perilaku konsumen.
 
Diberitakan, saham Starbucks hilang sebesar Rp171 triliun karena aksi boikot produk Israel.***

Editor: Heru Fajar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x